Latest Post
8.10.12
Ketua ISNU Tanjungjabung Barat M Kurdi Zakaria menuturkan, pengurus ISNU Tanjab Barat diharapkannya menjadi laboratorium intelektual Nahdlatul Ulama yang mampu memberikan kontribusi pemikiran dalam pembangunan Tanjungjabung Barat. Oleh sebab itu, ISNU diharapkannya berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat Banten yang adil dan sejahtera.
Kurdi yang juga Sekretaris Dewan Penasehat PC GP Ansor Tanjab Barat ini mengaku menjadi Ketua ISNU Tanjab Barat hanya ingin menghantarkan ISNU agar mampu berkiprah dan bermanfaat bagi umat. Hal itu sesuai dengan platform ISNU, yaitu "Dari kontemplasi menuju aksi, menyapa semua, merangkul umat, menanam untuk bangsa".
Disinggung mengenai pelantikan Kurdi, menyatakan bahwa pelantikan akan dilaksanakan brrsama-sama PC ISNU se –Propinsi Jambi pada bulan Okteber ini.
ISNU Tanjab Barat Terbentuk
Written By Unknown on 08 Oktober 2012 | 8.10.12
KUALATUNGKAL- Pengurus Cabang Ikatan
Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Tanjungjabung Barat 2012-2017
terbentuk. PC ISNU Tanjab Barat ini diketuai M Kudi Zakaria bersama Hadi Siswa
sebagai Sekretaris. Terkait dengan ini, ISNU akan bergerak cepat menggarap
sejumlah program unggulan.
Ketua ISNU Tanjungjabung Barat M Kurdi Zakaria menuturkan, pengurus ISNU Tanjab Barat diharapkannya menjadi laboratorium intelektual Nahdlatul Ulama yang mampu memberikan kontribusi pemikiran dalam pembangunan Tanjungjabung Barat. Oleh sebab itu, ISNU diharapkannya berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat Banten yang adil dan sejahtera.
"Sejahtera dalam keadilan dan
adil dalam kesejahteraan dalam bingkai iman dan takwa," katanya.
Kurdi yang juga Sekretaris Dewan Penasehat PC GP Ansor Tanjab Barat ini mengaku menjadi Ketua ISNU Tanjab Barat hanya ingin menghantarkan ISNU agar mampu berkiprah dan bermanfaat bagi umat. Hal itu sesuai dengan platform ISNU, yaitu "Dari kontemplasi menuju aksi, menyapa semua, merangkul umat, menanam untuk bangsa".
Disinggung mengenai pelantikan Kurdi, menyatakan bahwa pelantikan akan dilaksanakan brrsama-sama PC ISNU se –Propinsi Jambi pada bulan Okteber ini.
Lanjutnya, pasca pelantikan PC ISNU Tanjab
Barat akan segera melakukan konsolidasi struktural organisasi untuk mempercepat
proses pengkaderan dan pembuatan program kerja.
Konsolidasi dimaksudkan agar
pengurus ISNU tidak terbentuk pada tingkat tertentu saja melainkan semua tingkatan
Anak Cabang bisa terbentuk. "Kita harus mempercepat terbentuknya ISNU di Anak
Cabang, tidak usah menunggu waktu," katanya.
Sementara terkait konsolidasi
program, PC ISNU akan melakukan diversifikasi dan database kader-kader ISNU ditingkatan
cabang. ISNU, katanya, harus menjadi persemaian kader di bidang profesional dari
sisi manajerial maupun ekonomi.
ISNU, tambahnya, sebagai bagian
sub-ordinat NU akan membantu mempercepat program-program NU yang saat ini di
Tanjab Barat mengalami kebuntuan. "Hidmah terbentuknya ISNU Tanjab Barat
ini untuk membantu perjuangan NU," katanya.(Tim Ansor Tanjabbar Online)
Label:
Berita
6.10.12
KH Wahab Hasbullah
Written By Unknown on 06 Oktober 2012 | 6.10.12
KH Wahab Hasbullah |
KIAI HAJI WAHAB HASBULLAH adalah seorang tokoh pergerakan
dari pesantren. Ia dilahirkan di Tambakberas-Jombang, tahun 1888. Sebagai
seorang santri yang berjiwa aktivis, ia tidak bisa berhenti beraktivitas,
apalagi melihat rakyat Indonesia yang terjajah, hidup dalam kesengsaraan, lahir
dan batin.
Sepulang dari Mekkah 1914, Wahab, tidak hanya mengasuh pesantrennya di
Tambakberas, tetapi juga aktif dalam pergerakan nasional. Ia tidak tega melihat
kondisi bangsanya yang mengalami kemerosotan hidup yang mendalam, kurang
memperoleh pendidikan, mengalami kemiskinan serta keterbelakanagan yang
diakibatkan oleh penindasan dan pengisapan penjajah.
Melihat kondisi itu, pada tahun 1916 ia mendirikan organisasi pergerakan yang dinamai Nahdlatul Wathon (kebangkita negeri), tujuannya untuk membangkitkan kesadaran rakyat Indonesia.
Melihat kondisi itu, pada tahun 1916 ia mendirikan organisasi pergerakan yang dinamai Nahdlatul Wathon (kebangkita negeri), tujuannya untuk membangkitkan kesadaran rakyat Indonesia.
Untuk memperkuat gerakannya itu, tahun 1918 Wahab mendirikan Nahdlatut
Tujjar (kebangkitan saudagar) sebagai pusat penggalangan dana bagi perjuangan
pengembangan Islam dan kemerdekaan Indonesia. Kiai Hasyim Asy’ari memimpin
organisiasi ini. Sementara Kiai Wahab menjadi Sekretaris dan bendaharanya.
Salah seorang anggotanya adalah Kiai Bisri Syansuri.
Mencermati perkembangan dunia yang semakin kompleks, maka pada tahun 1919, Kiai Wahab mendirikan Taswirul Afkar. Di tengah gencarnya usaha melawan penjajahan itu muncul persoalan baru di dunia Islam, yaitu terjadinya ekspansi gerakan Wahabi dari Najed, Arab Pedalaman yang menguasai Hijaz tempat suci Mekah dikuasai tahun 1924 dan menaklukkan Madinah 1925.
Persoalan menjadi genting ketika aliran baru itu hanya memberlakukan satu aliran, yakni Wahabi yang puritan dan ekslusif. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali yang selama ini hidup berdampingan di Tanah suci itu, tidak diperkenankan lagi diajarkan dan diamalkan di tanah Suci. Anehnya, kelompok modernis Indonesia setuju dengan paham Wahabi.
Lantas, Kiai Wahab membuat kepanitiaan beranggotakan para ulama pesantren, dengan nama Komite Hejaz. Komite ini bertujuan untuk mencegah cara beragama model Wahabi yang tidak toleran dan keras kepala, yang dipimpin langsung Raja Abdul Aziz.
Untuk mengirimkan delegasi ini diperlukan organisasi yang kuat dan besar, maka dibentuklah organisai yanag diberinama Nahdlatul Ulama, 31 Januari 1926. KH Wahab Hasbullah bersama Syekh Ghonaim al-Misri yang diutus mewakili NU untuk menemui Raja Abdul Aziz Ibnu Saud.
Mencermati perkembangan dunia yang semakin kompleks, maka pada tahun 1919, Kiai Wahab mendirikan Taswirul Afkar. Di tengah gencarnya usaha melawan penjajahan itu muncul persoalan baru di dunia Islam, yaitu terjadinya ekspansi gerakan Wahabi dari Najed, Arab Pedalaman yang menguasai Hijaz tempat suci Mekah dikuasai tahun 1924 dan menaklukkan Madinah 1925.
Persoalan menjadi genting ketika aliran baru itu hanya memberlakukan satu aliran, yakni Wahabi yang puritan dan ekslusif. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali yang selama ini hidup berdampingan di Tanah suci itu, tidak diperkenankan lagi diajarkan dan diamalkan di tanah Suci. Anehnya, kelompok modernis Indonesia setuju dengan paham Wahabi.
Lantas, Kiai Wahab membuat kepanitiaan beranggotakan para ulama pesantren, dengan nama Komite Hejaz. Komite ini bertujuan untuk mencegah cara beragama model Wahabi yang tidak toleran dan keras kepala, yang dipimpin langsung Raja Abdul Aziz.
Untuk mengirimkan delegasi ini diperlukan organisasi yang kuat dan besar, maka dibentuklah organisai yanag diberinama Nahdlatul Ulama, 31 Januari 1926. KH Wahab Hasbullah bersama Syekh Ghonaim al-Misri yang diutus mewakili NU untuk menemui Raja Abdul Aziz Ibnu Saud.
Usaha ini direspon baik oleh raja Abdul Aziz. Beberapa hal penting hasil
dari Komite Hejaz ini di antaranya adalah, makam Nabi Muhammad dan situs-itus
sejarah Islam tidak jadi dibongkar serta dibolehkannya praktik madzhab yang
beragam, walaupun belum boleh mengajar dan memimpin di Haramain.
KIAI WAHAB HASBULLAH dengan segala aktivitasnya adalah untuk menegakkan ajaran ahlussunnah wal jamaah yang sudah dirintis oleh walisongo dan para ulama sesudahnya.
Ia tidak hanya penerus, tetapi memiliki pertalian darah dengan para penyebar Islam di Tanah Jawa itu. Bahkan Kiai Wahab juga mengidentifikasi diri sebagai penerus perjuangan pangeran diponegoro. Karena itu ia selalu memakai sorban yang ia sebut sendiri sebagai sorban Diponegoro.
Dengan sorban itu, ia makin percaya diri. Dalam upacara keagamaan sampai dengan acara kenegaraan, Kiai Wahab selalu melingkarkan sorban tersebut, hingga pundaknya tertutup. Demikian juga dengan sarung, tidak pernah diganti dengan pantolan.
Ia telah melampaui segala protokoler kenegaraan yang ada, karena telah memiliki disiplin dan karakter keulamaan sendiri. Selain itu, ia memang memiliki ilmu kanuragan yang tinggi sehingga tidak takut menghadapi musuh sesakti apapun.
Kemenonjolan peran Wahab Hasbullah ini berkat kematangannya dalam menempa dirinya sebagai seorang ulama pergerakan. Sifat keulamaannya digembleng di pesaanatren Langitan Tuban, Pesantren Tawangsari Surabaya.
KIAI WAHAB HASBULLAH dengan segala aktivitasnya adalah untuk menegakkan ajaran ahlussunnah wal jamaah yang sudah dirintis oleh walisongo dan para ulama sesudahnya.
Ia tidak hanya penerus, tetapi memiliki pertalian darah dengan para penyebar Islam di Tanah Jawa itu. Bahkan Kiai Wahab juga mengidentifikasi diri sebagai penerus perjuangan pangeran diponegoro. Karena itu ia selalu memakai sorban yang ia sebut sendiri sebagai sorban Diponegoro.
Dengan sorban itu, ia makin percaya diri. Dalam upacara keagamaan sampai dengan acara kenegaraan, Kiai Wahab selalu melingkarkan sorban tersebut, hingga pundaknya tertutup. Demikian juga dengan sarung, tidak pernah diganti dengan pantolan.
Ia telah melampaui segala protokoler kenegaraan yang ada, karena telah memiliki disiplin dan karakter keulamaan sendiri. Selain itu, ia memang memiliki ilmu kanuragan yang tinggi sehingga tidak takut menghadapi musuh sesakti apapun.
Kemenonjolan peran Wahab Hasbullah ini berkat kematangannya dalam menempa dirinya sebagai seorang ulama pergerakan. Sifat keulamaannya digembleng di pesaanatren Langitan Tuban, Pesantren Tawangsari Surabaya.
Kemudian ia melanjutkan lagi ke Pesantren Bangkalan Madura. Di pesantren
asuhan Syaikh Kholil inilah, ia bertemua dengan Kiai Bisri Syansuri, ulama dari
Pati yang kelak menjadi sahabat seperjuangannya, juga iparnya. Pertemanannya
Kiai Wahab dengan Kiai Bisri ini memiliki pengaruh terhadap perkembangan NU.
Selanjutnya, Kiai Wahab ke Pesantren Mojosari Nganjuk dan menyempatkan
diri nyantri di Tebuireng Jombang.
Setelah merasa cukup bekal dari para ulama di Jawa dan Madura, ia belajar ke Mekkah untuk belajar pada ulama terkemuka dari dunia Islam, termasuk para ulama Jawa yang ada di sana seperti Syekh Machfudz Termas dan Syekh Ahmad Khotib dari tanah Minang. Selain, belajar agama saat di Mekkah itu, ia juga mempelajari perkembangan politik nasional dan internasional bersama aktivis dari seluruh dunia.
Selama masa pembentukan NU, Kiai Wahab selalu tampil di depan. Di manapun muktamar NU diselenggarakan sejak yang pertama kalinya yaitu di Surabaya, kemudian hingga ke Bandung, Menes Banten, Banjarmasin, kemudian Palembang hingga Medan, ia selalu hadir dan memimpin. Sehingga pengalamannya tentang organiasi ini cukup mendalam. Karena itu, Kiai Wahab selalu cermat dan tegas dalam mengambil keputusan.
Dalam menghadapi berbagai kesulitan, terutama dalam hubungannya dengan pemerintah kolonial, ia selalu mampu mengatasinya. Misalanya, ia harus berhadap dengan para residen gubernur atau menteri urusan pribumi. Kemampuan lobi dan diplomasi membuat semua urusan bisa lancar, sehingga NU mampu mengatasi berbagai macam jebakan dan hambatan kolonial.
Setelah merasa cukup bekal dari para ulama di Jawa dan Madura, ia belajar ke Mekkah untuk belajar pada ulama terkemuka dari dunia Islam, termasuk para ulama Jawa yang ada di sana seperti Syekh Machfudz Termas dan Syekh Ahmad Khotib dari tanah Minang. Selain, belajar agama saat di Mekkah itu, ia juga mempelajari perkembangan politik nasional dan internasional bersama aktivis dari seluruh dunia.
Selama masa pembentukan NU, Kiai Wahab selalu tampil di depan. Di manapun muktamar NU diselenggarakan sejak yang pertama kalinya yaitu di Surabaya, kemudian hingga ke Bandung, Menes Banten, Banjarmasin, kemudian Palembang hingga Medan, ia selalu hadir dan memimpin. Sehingga pengalamannya tentang organiasi ini cukup mendalam. Karena itu, Kiai Wahab selalu cermat dan tegas dalam mengambil keputusan.
Dalam menghadapi berbagai kesulitan, terutama dalam hubungannya dengan pemerintah kolonial, ia selalu mampu mengatasinya. Misalanya, ia harus berhadap dengan para residen gubernur atau menteri urusan pribumi. Kemampuan lobi dan diplomasi membuat semua urusan bisa lancar, sehingga NU mampu mengatasi berbagai macam jebakan dan hambatan kolonial.
Dan, Kiai Wahab juga memiliki keistimewaan, yang tidak banyak ada pada orang
lain, yakni kemampuan melempar humor, khususnya jenis plesetan, sebagai alat
diplomasi.
Suatu hari, ketika Nusantara masih dalam cengkraman Belanda, Kiai Wahab
berpidato di hadapan kiai-kiai dan ratusan santri.
“Wahai Saudara-saudaraku kaum pesantren, baik yang sudah sepuh, yang disebut
Kiai, ataupun yang masih muda-muda, yang dikenal dengan sebutan Santri. Jangan
sekali-sekali terbersit, apalagi bercita-cita sebagai Ambtenaar
(pegawai Belanda)!” Begitu suara Kiai Wahab berapi-api.
“Mengapa kiai dan santri tidak boleh jadi Ambtenaar?
Jawabannya tiada lain tiada bukan, karena Ambtenaar itu singkatan
dari Antum fin Nar. Tidak usah berhujah susah-susah tentang Ambtenaar,
artinya ya tadi, ‘kalian di neraka’ tititk,” jelas Kiai Wahab. Para kiai dan
santri yang hadir tertawa dan tepuk tangan.
Lain waktu, semasa penjajahan Jepang, Kiai Wahab menghadapi para kiai yang belum paham cara berpolitik dengan Jepang. Para kiai itu tidak bersedia menjadi anggota Jawa Hokokai, semacam perhimpunan rakyat Jawa untuk mendukung Jepang.
Lain waktu, semasa penjajahan Jepang, Kiai Wahab menghadapi para kiai yang belum paham cara berpolitik dengan Jepang. Para kiai itu tidak bersedia menjadi anggota Jawa Hokokai, semacam perhimpunan rakyat Jawa untuk mendukung Jepang.
“Para Kiai tidak susah-susah mencari dalil menjadi anggota Jawa Hokokai.
Masuk saja dulu. Tenang saja, di dalam badan tersebut ada Bung Karno. Beliau
tidak mungkin mencelakakan bangsa sendiri,” Kiai Wahab mulai merayu para kyai.
“Tapi Kiai, apa artinya Jawa Hokokai itu?” Tanya seorang kyai.
“Lho, Sampean belum tahu ya, Jawa Hokokai itu artinya Jawa Haqqu Kiai,” jelas Kiai Wahab singkat.
“Lho, Sampean belum tahu ya, Jawa Hokokai itu artinya Jawa Haqqu Kiai,” jelas Kiai Wahab singkat.
“Ooo... Jadi Jawa Hokokai itu artinya Jawa milik para kiai. Ya sudah, mari,
jangan ragu masuk Jawa Hokokai,” ujar kiai tadi merespon.
NAMUN DEMIKIAN , salahlah kita jika hanya menilai Kiai Wahab sebagai kiai politisi saja. Salah, karena ia sesungguhnya adalah seorang ulama tauhid dan juga fiqih yag sangat mendalam dan luas pengetahuannya. Dengan ilmunya itu, itu dengan mudah mampu menerapkan prinsip-prinsip fiqih dalam kehidupan modern secara progresif, termasuk dalam bidang fiqih siyasah.
Kitab yang ditulisnya Sendi Aqoid dan Fikih Ahlussunnah Wal Jama'ah, menunjukkan kedalaman penguasanya di bidang ilmu dasar tersebut. Ini yang kemudian menjadi dasar bagi perjalanan Ahlusunnah wal jamaah di lingkungan NU.
NAMUN DEMIKIAN , salahlah kita jika hanya menilai Kiai Wahab sebagai kiai politisi saja. Salah, karena ia sesungguhnya adalah seorang ulama tauhid dan juga fiqih yag sangat mendalam dan luas pengetahuannya. Dengan ilmunya itu, itu dengan mudah mampu menerapkan prinsip-prinsip fiqih dalam kehidupan modern secara progresif, termasuk dalam bidang fiqih siyasah.
Kitab yang ditulisnya Sendi Aqoid dan Fikih Ahlussunnah Wal Jama'ah, menunjukkan kedalaman penguasanya di bidang ilmu dasar tersebut. Ini yang kemudian menjadi dasar bagi perjalanan Ahlusunnah wal jamaah di lingkungan NU.
Dalam tiap bahtsul masail muktamr NU, ia selalu memberikan pandangannya yang
mamapu menerobos berbagai macam jalan buntu (mauquf) yang dihadapi
ulama lain.
Kiai Wahab sadar betul mengenai pentingnya pendidikan masyarakat umum.
Karena itu dirintis beberapa majalah dan surat kabar seperti Berita
Nahdlatoel Oelama, Oetoesan Nahdlatoel Oelama, Soeara
Nahdlatoel Oelama, Duta Masyarakat, dan sebagainya.
Ia sendiri aktif salah seorang penyandang dananya dan sekaligus sebagai
penulisnya. Propaganda di sini juga sangat diperlukan dan media ini sangat
strategis dalam mepropagandakan gerakan NU dan pesantren ke publik. Gagasan itu
semakin memperoleh relevansinya ketika KH Machfudz Siddiq dan KH Wahd Hasyim
turut aktif dalam menggerakkan pengembangan media massa itu.
Demikian juga dalam menghadapi zaman Jepang yang sulit, terutama ketika penjajah itu itu pada tahun 1942 menangkapi para tokoh NU, maka Kiai Wahab dengan segala pikiran dan tenaganya menghadapi penjajah Jepang. Ia gigih menjadi tim pembebasan, mulai dari membebaskan KH Hasyim Asyari, KH Mahfud Shiddiq, juga ulama NU lainnya baik di Jawa Timur hingga ke Jawa Tengah tanpa kenal lelah.
Masa menjelang kemerdekaan dan dalam mempertahankan kemerdekaan aktif di medan tempur dengan memimpin organaisasi Barisan Kiai, organisasai yang secara diam-diam menopang Hisbullah dan Sabilillah.
Sepeninggal KH Hasyim Asy’ari (Ramadan, 1947), kepepimpinan NU Sepenuhnya berada di pundak Kiai Wahab.
Dalam menghadapi perjanjian dengan Belanda, baik perjanjian Renville, Linggarjati maupun KMB, yang penuh ketidakadilan itu, Kiai Wahab memimpin di depan melawan perjanjian itu. Akhirnya semua perjanjian yang tidak adil itu dibatalkana secara sepihak oleh Indonesia.
Masa paling menentukan adalah ketika NU mulai dicurangi oleh dalam Masyumi dengan tidak diberi kewenangan apapun. Usaha perbaikan oleh Kiai Wahab tidak pernah digubris oleh dewan partai, padahal NU sebagai anggota Istimewa.
Selain itu hanya diberi jatah menteri Agama, itu pun kemudian dirampasnya juga. Apalagi Masyumi mulai melakukan tindakan subversif sepert memberi simpati pada Darul Islam (DI) dan bahkan melakukan perjanjian gelap dengan Mutuasl Security Act (MSA) yang menyeret Indoonesia ke Blok Barat Amerika. NU merasa semakin tidak kerasan di Masyumi.
Ketika Kiai Wahab hendak mendirikan partai sendiri, tidak semua kalangan NU menyetujuinya, apalagi kalangan Masyumi menuduh NU berupaya memecah-belah persatuan umat Islam. NU juga diledek bahwa tidak memiliki banyak ahli politik, ekonomi, ahli hukum dan sebagainya.
Atas semua itu, dengan enteng Kiai Wahab menjawab:
Demikian juga dalam menghadapi zaman Jepang yang sulit, terutama ketika penjajah itu itu pada tahun 1942 menangkapi para tokoh NU, maka Kiai Wahab dengan segala pikiran dan tenaganya menghadapi penjajah Jepang. Ia gigih menjadi tim pembebasan, mulai dari membebaskan KH Hasyim Asyari, KH Mahfud Shiddiq, juga ulama NU lainnya baik di Jawa Timur hingga ke Jawa Tengah tanpa kenal lelah.
Masa menjelang kemerdekaan dan dalam mempertahankan kemerdekaan aktif di medan tempur dengan memimpin organaisasi Barisan Kiai, organisasai yang secara diam-diam menopang Hisbullah dan Sabilillah.
Sepeninggal KH Hasyim Asy’ari (Ramadan, 1947), kepepimpinan NU Sepenuhnya berada di pundak Kiai Wahab.
Dalam menghadapi perjanjian dengan Belanda, baik perjanjian Renville, Linggarjati maupun KMB, yang penuh ketidakadilan itu, Kiai Wahab memimpin di depan melawan perjanjian itu. Akhirnya semua perjanjian yang tidak adil itu dibatalkana secara sepihak oleh Indonesia.
Masa paling menentukan adalah ketika NU mulai dicurangi oleh dalam Masyumi dengan tidak diberi kewenangan apapun. Usaha perbaikan oleh Kiai Wahab tidak pernah digubris oleh dewan partai, padahal NU sebagai anggota Istimewa.
Selain itu hanya diberi jatah menteri Agama, itu pun kemudian dirampasnya juga. Apalagi Masyumi mulai melakukan tindakan subversif sepert memberi simpati pada Darul Islam (DI) dan bahkan melakukan perjanjian gelap dengan Mutuasl Security Act (MSA) yang menyeret Indoonesia ke Blok Barat Amerika. NU merasa semakin tidak kerasan di Masyumi.
Ketika Kiai Wahab hendak mendirikan partai sendiri, tidak semua kalangan NU menyetujuinya, apalagi kalangan Masyumi menuduh NU berupaya memecah-belah persatuan umat Islam. NU juga diledek bahwa tidak memiliki banyak ahli politik, ekonomi, ahli hukum dan sebagainya.
Atas semua itu, dengan enteng Kiai Wahab menjawab:
“Kalau saya mau beli mobil, si penjual tidak akan bertanya apakah saudara
bisa menyupir. Kalau dia bertanya juga, saya akan membuat pengumuman butuh
seorang supir. Saat itu juga, para calon supir akan segera mengantri di depan
rumah saya.”
Ketika kalangan ulama NU yang lain masih ragu, dengan tegas Kiai Wahab mengatakan, ”Silakan Sudara tetap di Masyumi, saya akan sendirian mendirikan Partai NU dan hanya butuh seorang sekretaris. Insya Allah NU akan menjadi partai besar.
Melihat kesungguhan itu akhirnya, semua kiai, termasuk Kiai Abdul Wahid Hasyim sangat terharu, sehingga diputuskan untuk menjadi partai sendiri.
Dalam Pemilu 1955, perkiraan Kiai Wahab terbukti, NU menjadi partai terbesar ketiga. Dari situ NU mendapat 45 kursi di DPR dan 91 kursi di Konstituante serta memperoleh delapan kementerian. Berkat kepemimpina Kiai Wahab itu, NU menjadi partai politik yang sangat berpengaruh.
Dalam mempimpin keseluruhan drama pilitik nasional, bagi NU, Kiai Wahab adalah pengambil keputusan yang sangat menentukan. Sebab itu, perintahnya sangat dipatuhi sejak dari pengurus pusat hingga ke daerah. Bukan Karena otoriter. Tapi karena memang sangat menguasi kewilayahan dan menguasasi strategi gerakan. Karena itu pula, para kiai kiai sering kali menyebut tokoh kita ini “panglima tinggi”.
Tiap hari, Kiai Wahab keliling daerah, bermusyawarah, menyerap dan memberi informasi, mengarahkan hingga menyemangati para ulama dari Jawa hingga Sumatera, dari Madura hingga Kalimantan. Semuanya diongkosi dengan uang sendiri.
Bila ada di Jombang, tepatnya di Tambakberas, Kiai Wahab tidak pernah absen mengajar di pesantrennya, memberikan pengajian dari kampung ke kampung, dan memberikan brifing politik ada para santri senior, para pengurus NU setempat, hingga memberikan arahan pada pamong desa setempat. Kedekatan dengan rakyat itu yang mendorong militansi Kiai Wahab dalam menyuarakan aspirasi rakyat.
Ketika kalangan ulama NU yang lain masih ragu, dengan tegas Kiai Wahab mengatakan, ”Silakan Sudara tetap di Masyumi, saya akan sendirian mendirikan Partai NU dan hanya butuh seorang sekretaris. Insya Allah NU akan menjadi partai besar.
Melihat kesungguhan itu akhirnya, semua kiai, termasuk Kiai Abdul Wahid Hasyim sangat terharu, sehingga diputuskan untuk menjadi partai sendiri.
Dalam Pemilu 1955, perkiraan Kiai Wahab terbukti, NU menjadi partai terbesar ketiga. Dari situ NU mendapat 45 kursi di DPR dan 91 kursi di Konstituante serta memperoleh delapan kementerian. Berkat kepemimpina Kiai Wahab itu, NU menjadi partai politik yang sangat berpengaruh.
Dalam mempimpin keseluruhan drama pilitik nasional, bagi NU, Kiai Wahab adalah pengambil keputusan yang sangat menentukan. Sebab itu, perintahnya sangat dipatuhi sejak dari pengurus pusat hingga ke daerah. Bukan Karena otoriter. Tapi karena memang sangat menguasi kewilayahan dan menguasasi strategi gerakan. Karena itu pula, para kiai kiai sering kali menyebut tokoh kita ini “panglima tinggi”.
Tiap hari, Kiai Wahab keliling daerah, bermusyawarah, menyerap dan memberi informasi, mengarahkan hingga menyemangati para ulama dari Jawa hingga Sumatera, dari Madura hingga Kalimantan. Semuanya diongkosi dengan uang sendiri.
Bila ada di Jombang, tepatnya di Tambakberas, Kiai Wahab tidak pernah absen mengajar di pesantrennya, memberikan pengajian dari kampung ke kampung, dan memberikan brifing politik ada para santri senior, para pengurus NU setempat, hingga memberikan arahan pada pamong desa setempat. Kedekatan dengan rakyat itu yang mendorong militansi Kiai Wahab dalam menyuarakan aspirasi rakyat.
Banyak yang meriwayatkan pula bahwa Kiai Wahab juga mempunyai kecenderungan
hidup zuhud. Dari sekian banyak pesantren yang dikunjungi, tampaknya pengaruh
Kiai Zainuddin Mojosari cukup kentara.
Pesantren Mojosari terdapat di pedalaman Nganjuk Jawa Timur. Kiai Zainuddin, pengasuh pesantren tersebut, masyhur sebagai sufi agung di tanah Jawa saat itu. Tradisi sufistik juga membuat pesantren ini menjadi sangat terbuka. Satu contoh, tiap akhir tahun para santri dibiarkan menyelenggarakan pentas seni, ludruk. Para santri main sendiri.
Pesantren Mojosari terdapat di pedalaman Nganjuk Jawa Timur. Kiai Zainuddin, pengasuh pesantren tersebut, masyhur sebagai sufi agung di tanah Jawa saat itu. Tradisi sufistik juga membuat pesantren ini menjadi sangat terbuka. Satu contoh, tiap akhir tahun para santri dibiarkan menyelenggarakan pentas seni, ludruk. Para santri main sendiri.
Untuk itu, beberapa bulan sebelum acara, para santri dengan rombongan
masing-masing ada yang belajar ludruk ke Jombang, belajar Jatilan ke
Tulungagung, belajar Ketoprak ke Madiun dan belajar wayang ke Solo dan
sebagainya.
Wahab muda adalah salah satu di antara mereka itu. Pendidikan keagamaan yang
di berikan juga sangat terbuka. Para santri dipersilakan memakai madzhab
pemikiran yang disukai, juga diajarkan memecahkan berbagai persoalan keagamaan
dan kemasyarakatan secara lebih luwes dan toleran.
Sikap keagamaan Kiai Wahab akhirnya juga tumbuh dengan terbuka. Ia lebih maju dibanding para ulama yang lain, terutama dalam menerapkan fiqih, tampak lebih mengutamakan dalil rasional, ketimbang doktrinal.
Hal itu memungkinkan masa kepemimpinan Kiai Wahab dalam tubuh NU membuka wawasan yang luas bagi pengembangan pemikiran, kelembagaan dan ktangkasan dalam berpolitik. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan karib dan iparnya yang sekaligus menjadi wakilnya (Wakil Rais Am), yaitu KH Bisri Syansuri. Kiai Bisri adalah seorang faqih murni yang ketat dan disiplin, sehingga apapun yang berseberangan dengan prinsip yang dipegangi harus disingkirkan.
Kalau Kiai Wahab cenderung berpikiran inovasi dan kreasi, sementara Kiai Bisri berpegangan pada fiqih. Dengan latar belakang semacam itu tidak heran kalau Kiai Wahab Hasbullah denngan senang hati menerima kehadiran Lesbumi 1962, apalagi sebelumnya Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari menyetujui penggunaan alat-alat musik dalam acara-acara NU. Meski demikian, perbedaan tersebut tidak mengurangi rasa tenggang rasa dan keduanya tetap saling menghormati.
Karena kharisma dan kepemimpinannya yang belum tergantikan, muktamar NU 20-25 Desember 1971 di Surabaya, Kiai Wahab terpilih lagi sebagai Rais Aam, meski telah udzur. Namun, persis empat hari setelah muktamar, Allah memanggil Kiai Wahab, tepatnya tanggal 29 Desember 1971.
Kewibawaan Kiai Wahab di hadapan pengurus NU yang lain dan pengabdiannya yang total itu menyebabkan KH Saifudin Zuhri menjulukinya sebagai “NU dalam praktek”. Seluruh sikap dan tindakannya termasuk yang kontroversial sekalipun adalah mencerminkan perilaku NU yang tidak dianggap sebagai penyimpangan. Karena seluruh sikap dan tindakannya dilandasi iman, takwa, ilmu, akhlak serta pengabdian yang tulus.
Demikianlah, selintas pengabdian seorang Kiai Haji Wahab Hasubullah, pahlwan tanpa gelar kepahlawanan. ( Sumber NU Online)
Sikap keagamaan Kiai Wahab akhirnya juga tumbuh dengan terbuka. Ia lebih maju dibanding para ulama yang lain, terutama dalam menerapkan fiqih, tampak lebih mengutamakan dalil rasional, ketimbang doktrinal.
Hal itu memungkinkan masa kepemimpinan Kiai Wahab dalam tubuh NU membuka wawasan yang luas bagi pengembangan pemikiran, kelembagaan dan ktangkasan dalam berpolitik. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan karib dan iparnya yang sekaligus menjadi wakilnya (Wakil Rais Am), yaitu KH Bisri Syansuri. Kiai Bisri adalah seorang faqih murni yang ketat dan disiplin, sehingga apapun yang berseberangan dengan prinsip yang dipegangi harus disingkirkan.
Kalau Kiai Wahab cenderung berpikiran inovasi dan kreasi, sementara Kiai Bisri berpegangan pada fiqih. Dengan latar belakang semacam itu tidak heran kalau Kiai Wahab Hasbullah denngan senang hati menerima kehadiran Lesbumi 1962, apalagi sebelumnya Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari menyetujui penggunaan alat-alat musik dalam acara-acara NU. Meski demikian, perbedaan tersebut tidak mengurangi rasa tenggang rasa dan keduanya tetap saling menghormati.
Karena kharisma dan kepemimpinannya yang belum tergantikan, muktamar NU 20-25 Desember 1971 di Surabaya, Kiai Wahab terpilih lagi sebagai Rais Aam, meski telah udzur. Namun, persis empat hari setelah muktamar, Allah memanggil Kiai Wahab, tepatnya tanggal 29 Desember 1971.
Kewibawaan Kiai Wahab di hadapan pengurus NU yang lain dan pengabdiannya yang total itu menyebabkan KH Saifudin Zuhri menjulukinya sebagai “NU dalam praktek”. Seluruh sikap dan tindakannya termasuk yang kontroversial sekalipun adalah mencerminkan perilaku NU yang tidak dianggap sebagai penyimpangan. Karena seluruh sikap dan tindakannya dilandasi iman, takwa, ilmu, akhlak serta pengabdian yang tulus.
Demikianlah, selintas pengabdian seorang Kiai Haji Wahab Hasubullah, pahlwan tanpa gelar kepahlawanan. ( Sumber NU Online)
Label:
Tokoh
6.10.12
Setelah sekitar 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya di Pagar Dalam, pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H. (1812 M.) Allah SWT memanggil kembali Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari ke hadirat-Nya dalam usia 105 tahun. Karena dimakamkan di desa Kalampayan, Beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.(Sumber NU Online)
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari |
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
(1710-1812) adalah ulama fiqih madzhab Syafi'i pengarang kitab Sabilal
Muhtadin yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan
Banjar), Kalimantan Selatan. Kitabnya yang paling terkenal ini banyak dijadikan
rujukan Hukum Fiqih mazhab Syafi'i di Asia Tenggara.
Beliau
dilahirkan di desa Lok Gabang pada hari kamis dini hari 15 Shafar 1122 H.
bertepatan 19 Maret 1710 M sebagai anak pertama dari keluarga muslim yang taat
beragama, yaitu Abdullah dan Siti Aminah. Nama lengkap Syeikh Muhammad Arsyad
bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari bin Saiyid Abu Bakar bin Saiyid
Abdullah al-'Aidrus bin Saiyid Abu Bakar as-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman
as-Saqaf bin Saiyid Muhammad Maula ad-Dawilah al-'Aidrus, dan seterusnya sampai
kepada Saidina Ali bin Abi Thalib dan Saidatina Fatimah bin Nabi Muhammad SAW.
Kakek
Arsyad berhasil mendirikan Kerajaan Mindanao di Filiphina. Ayah Abdullah
bernama Abu Bakar (kakek Muhammad Arsyad) adalah Sultan Mindanao. Abdullah
pernah pula memimpin pasukan Mindanao dalam peperangan melawan Portugis,
kemudian ikut melawan Belanda lalu pindah bersama isterinya ke Banjar
(Martapura, Kalimantan).
Sekilas Kelebihan
Pada
suatu hari, tatkala Sultan Kerajaan Banjar (Sultan Tahmidullah) mengadakan
kunjungan ke kampung-kampung, hingga sampailah sang Sultan ke kampung Lok
Gabang. Alangkah terkesimanya Sang Sultan manakala melihat lukisan yang indah
dan menawan hatinya. Maka sang Sultan bertanya, siapakah pelukisnya, lalu ia
mendapat jawaban bahwa Muhammad Arsyad adalah sang pelukis yang sedang
dikaguminya. Mengetahui kecerdasan dan bakat sang pelukis, terbesitlah di hati
sultan, sebuah keinginan untuk mengasuh dan mendidik Arsyad kecil di istana.
Usia Arsyad sendiri ketika itu baru sekitar tujuh tahun.
Sultanpun
mengutarakan keinginan hatinya kepada kedua orang tua Muhammad Arsyad. Pada
mulanya Abdullah dan istrinya merasa enggan melepas anaknya tercinta. namun
demi masa depan sang buah hati yang diharapkan menjadi anak yang berbakti
kepada agama, negara dan orang tua, maka diterimalah tawaran sang sultan.
Kepandaian Muhammad Arsyad dalam membawa diri, sifatnya yang rendah hati,
kesederhanaan hidup serta keluhuran budi pekertinya menjadikan segenap warga
istana sayang dan hormat kepadanya. Bahkan sultan pun memperlakukannya seperti
anak kandung sendiri.
Setelah
dewasa beliau dinikahkan dengan seorang perempuan sholihah (yang juga) bernama
Siti Aminah (Tuan "BAJUT"), seorang perempuan yang ta'at lagi
berbakti pada suami sehingga terjalinlah hubungan saling pengertian dan hidup
bahagia, seiring sejalan, seia sekata, bersama-sama meraih ridho Allah semata.
Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad
Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka
disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta.
Meskipun
dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya
Siti Aminah mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih
cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad
Arsyad ke Tanah Suci mewujudkan cita-citanya. Deraian air mata dan untaian do'a
mengiringi kepergiannya.
Di
Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada para ulama terkemuka pada masa itu.
Di antara guru beliau adalah Syekh 'Athoillah bin Ahmad al Mishry, al Faqih
Syekh Muhammad bin Sulaiman al Kurdi dan al-'Arif Billah Syekh Muhammad bin
Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani yang merupakan guru Muhammad Arsyad
di bidang tasawuf. Di bawah bimbingan gurunya inilah Muhammad Arsyad melakukan suluk
dan khalwat, sehingga mendapat ijazah dengan kedudukan sebagai
khalifah.
Menurut
riwayat dari Khalifah al-Sayyid Muhammad al-Samman, pada waktu itu Indonesia
hanya ada empat orang khalifah, yaitu Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
(kalimantan), Syekh Abdulk Shomad al-Palembani (Palembang, Sumatera), Syekh
Abdul Wahab Bugis (Sulawesi) dan Syekh Abdul Rahman Mesri (Betawi Jawa). Mereka
berempat dikenal dengan "Empat Serangkai dari Tanah Jawi" yang
sama-sama menuntut ilmu di al-Haramain al-Syarifain.
Muhammad
Arsyad belajar di Mekah sekitar 30 tahun dan di Madinah sekitar lima tahun. Sahabatnya
yang paling penting yang banyak disebut oleh hampir semua penulis ialah Syeikh
`Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi dan Syeikh
Abdul Wahhab Bugis, yang terakhir ini kemudian menjadi menantunya.
Guru-gurunya
Di antara sekian banyak ulama yang
menjadi gurunya, beberapa di antaranya sangat populer, yakni Syeikh Muhammad
bin Sulaiman al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim
as-Sammani al-Madani.
Selain
belajar kepada ulama-ulama Arab, bersama dengan kawan-kawan seangkatannya,
Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, juga belajar kepada ulama-ulama yang berasal
dari NUsantara. Di antara gurunya yang berasal dari Melayu ialah Syeikh Abdur
Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok al-Fathani, Syeikh Muhammad Zain bin Faqih
Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani, dan
lain-lain.
Selama
belajar di Mekah Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari tinggal di
sebuah rumah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Rumah tersebut terletak di kampung
Samiyah yang disebut juga dengan Barhat Banjar.
Semua
ilmu keislaman yang telah dipelajarinya di Mekah dan Madinah mempunyai sanad
atau silsilah yang musalsal (bersambung kontinyu tanpa putus. Hal ini
cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin Padang dalam beberapa
karyanya.
Durasi
masa belajar di Mekah dan Madinah yang demikian lama serta banyaknya jumlah
pelajaran dan jenis kitab dipelajari, dan kapabilitas ulama tempatnya berguru
menjadikan Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari akhirnya menjadi
seorang ulama besar tanah Jawi atau dunia Melayu (Nusantara).
Jasa-jasa bagi Bangsa
Setelah
sekitar 35 tahun menuntut ilmu di tanah suci, timbullah kerinduannya pada
kampung halaman. Pada Bulan Ramadhan 1186 H. bertepatan 1772 M., sampailah Muhammad
Arsyad di kampung halamannya kembali, Martapura pusat Kerajaan Banjar pada masa
itu. Sultan Tamjidillah (Raja Banjar) menyambut kedatangan beliau dengan
upacara adat kebesaran. Segenap rakyat pun mengelu-elukannya sebagai seorang
ulama "Matahari Agama" yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh
Nusantara.
Aktivitas
Muhammad Arsyad sepulangnya dari Tanah Suci, dicurahkan untuk menyebarluaskan
ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun
masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya
sehingga ia menjadi raja yang 'alim dan wara'.
Syeikh
Muhammad Arsyad al-Banjari adalah seorang ulama yang diakui kehebatannya oleh
para ulama setelahnya. Tanda kebesaran jasanya ini selain berupa karya-karya
tulisnya yang telah menjadi bagian integral dalam khasanah keilmuan Islam
Nusantara juga dapat kita buktikan hingga saat ini melalui jalur irigasi yang
dibangunnya bersama warga masyarakat Banjar untuk melancarkan dan meningkatkan
produksi pertanian di tanah Banjar. Hingga saat ini manfaat saluran irigasi
yang dibangun oleh sang syeikh masih dapat dirasakan oleh penduduk sekitar.
Kini saluran irigasi tersebut diberi nama Sungai Datuk uantuk mengenang
jasa-jasa beliau.
Dalam
menyampaikan ilmunya Syekh Muhammad Arsyad mempunyai beberapa metode yang
saling menunjang antara satu dengan yang lainnya. Metode-metode dakwah tersebut
adalah :
Dakwah
bilhal : Keteladanan yang baik (uswatun
hasanah) yang direfleksikan dalam tingkah-laku, gerak-gerik dan tutur kata
sehari-hari serta disaksikan secara langsung bersama murid-muridnya.
Dakwah
billisan : mengadakan pengajaran dan
pengajian yang bisa diikuti siapa saja, baik keluarga, kerabat, sahabat, handai
taulan dan seluruh masyarajat secara umum.
Dakwah
bilkitabah : menggunakan bakat di bidang
tulis-menulis, sehingga lahirlah kitab-kitab yang menjadi pegangan umat.
Karya-karya
Semasa
hidupnya, di tengah-tengah perjuangannya berdakwah, Syeikh Arsyad selalu
menyempatkan diri untuk menggoreskan tinta demi kesinambungan tersampainya
ilmu-ilmu pengetahuan kepada umat sepanjang generasi.
Adapun
karya-karya Syeikh Arsyad yang sempat dicatat adalah :
1.
Tuhfah al-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu'minin wa ma Yufsiduhu Riddah
al-Murtaddin, karya pertama, diselesaikan tahun 1188 H./1774 M.
2. Luqtah al-'Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H./1778 M.
3. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H./1780 M.
4. Risalah Qaul al-Mukhtashar fi ‘Alamatil Mahdil Muntazhar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiul Awal 1196 H./1781 M.
5. Kitab Bab an-Nikah.
6. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
7. Kanzu al-Ma'rifah
8. Ushul ad-Din
9. Kitab al-Faraid
10. Kitab Ilmu Falak
11. Hasyiyah Fathul Wahhab
12. Mushhaf al-Quran al-Karim
13. Fathur Rahman
14. Arkanu Ta'lim al-Shibyan
15. Bulugh al-Maram
16. Fi Bayani Qadha' wa al-Qadar wa al-Waba'
17. Tuhfah al-Ahbab
18. Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna.
2. Luqtah al-'Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H./1778 M.
3. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H./1780 M.
4. Risalah Qaul al-Mukhtashar fi ‘Alamatil Mahdil Muntazhar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiul Awal 1196 H./1781 M.
5. Kitab Bab an-Nikah.
6. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
7. Kanzu al-Ma'rifah
8. Ushul ad-Din
9. Kitab al-Faraid
10. Kitab Ilmu Falak
11. Hasyiyah Fathul Wahhab
12. Mushhaf al-Quran al-Karim
13. Fathur Rahman
14. Arkanu Ta'lim al-Shibyan
15. Bulugh al-Maram
16. Fi Bayani Qadha' wa al-Qadar wa al-Waba'
17. Tuhfah al-Ahbab
18. Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna.
Meninggalkan
banyak sekali keturunan di berbagai belahan Nusantara. Putera-puteri yang
ditinggalkan merupakan generasi lintas bangsa karena Syeikh Arsyad memiliki
beberapa Istri lintas bangsa. Di antara keturunan-keturunan Beliau banyak
sekali yang kemudian menjadi ulama-ulama besar di berbagai bangsa penghuni
Nusantara sepereti Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam dan Pattani.
Setelah sekitar 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya di Pagar Dalam, pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H. (1812 M.) Allah SWT memanggil kembali Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari ke hadirat-Nya dalam usia 105 tahun. Karena dimakamkan di desa Kalampayan, Beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan.(Sumber NU Online)
Label:
Tokoh
5.10.12
Ansor Pinta Guru DTA Diseleksi Melalui Tim
Written By Unknown on 05 Oktober 2012 | 5.10.12
KUALATUNGKAL – Banyaknya guru
Madrasah Diniyah Ta’miliyah di beberapa desa di Kabupaten Tanjungjabung Barat
yang saat ini mendapat insensif dari Pemkab Tanjungjabung Barat, selama ini
kurang pembinaan khusus dari Pemkab Tanjab Barat. Sebab, kendati telah
diberikan insensif untuk kesejahtraan guru tersebut, namun ternyata guru-guru
tersebut masih banyak yang kurang kompeten dalam mengajar.
Hal ini dapat ditemui di beberapa
Madrasah yang saat ini guru-gurunya hanya tamatan MTs maupun MAN yang
pengetahuan agamanya masih sangat minim termasuk dalam baca tulis al-qur,an.
Oleh karena itu, Pimpinan Cabang
Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Tanjungjabung Barat berharap kepada pemerintah
Kabupaten Tanjab Barat, agar kedepannya dalam pendataan guru Diniah Takmiliyah
ini dapat dilakukan seleksi ulang, agar guru-guru tersebut benar-benar memiliki
kompetensi.
”Selama ini Pemkab hanya mengambil
data dari Kemenag mengenai data duru MDTA ini, tanpa menseleksi ulang
pengetahuan guru tersebut,”ujar Wakil Ketua PC GP Ansor Ahmad Hadziq SHI kepada
Radar Tanjab di Sekretariat PC Ansor Tanjab Barat jalan Kalimantan kemarin.
Dikatakannya, dengan adanya insentif
tersebut, harusnya Pemkab Tanjungjabung Barat juga melakukan pembinaan dengan
melakukan seleksi ulang melalui tim seleksi, agar para guru yang diberikan
insentif tersebut benar-benar dapat memberikan ilmunya dengan baik.
” Jangan asal ditunjuk masyarakat,
pemerintah langsung berikan insentif, sebab selama ini banyak guru-guru MDTA
ini hanya tamatan MTs dan MAN,”ujarnya.
Lanjutnya, dalam seleksi nantinya
para guru tersebut diberikan pengetahuan keagamaan dan tes ulang pengetahuan
agamanya termasuk dalam menulis bacaan alquran. “ Sehingga guru-guru yang belum
kompeten harus dig anti dengan guru baru,”jelasnya.
Dijelakannya dari ribuan guru MDTA
yang saat ini mengajar, Hadziq yakin masih ada guru yang pengetahuan agamanya
minim.” Kita berharap, dengan adanya seleksi ini para guru MDTA memang
guru-guru yang professional dalam ikut membantu program pemerintah kabupaten
dalam bidang keagamaan,”jelasnya.(Tim Ansor Tanjabbar Online).
Label:
Berita
9.9.12
GP Ansor Ajak Umat Gelar Sholat Istisqo’
Written By Unknown on 09 September 2012 | 9.9.12
Ketua PC GP Ansor Tanjabbar Suheri Abdullah |
KUALATUNGKAL – Kemarau yang melanda
Kabupaten Tanjungjabung Barat dalam waktu beberapa bulan terakhir ini membuat
kekeringan dan kebakaran terjadi di kabupaten ini. Di beberapa kecamatan yang
mengandalkan air hujan untuk konsumsi minum dan memasak terpaksa harus membeli
air galonan.
Hal ini membuat sejumlah warga di
Kabupaten Tanjungjabung Barat kelabakan untuk mencari air bersih ini.
Kondisi ini terlihat di beberapa kecamatan seperti Merlung, Tungkal Ulu,
Tebing Tinggi, Senyerang dan Pengabuan yang masyarakatnya yang mengandalkan air
hujan untuk masak dan minum.
Oleh karena itu, Pimpinan
Cabang Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Tanjungjabung Barat mengajak Umat Islam
untuk bersama-sama menggelar sholat istisqo (sholat minta hujan,red) di
masjid-masjid pada hari jumat.
” Kemarau sudah lama di Kabupaten
Tanjungjabung Barat ini dan beberapa kecamatan juga sudah terancam
kekeringan, mari kita dekatkan diri kita untuk meminta hujan pada AllahSWT
dengan melakukan sholat Istisqo,”kata Ketua PC GP Ansor Tanjungjabung
Barat Suheri Abdullah kepada Radar Tanjab seperti dikutif Ansor Tanjabbar Online.
Dikatakannya, Shalat istisqa ini
memang perlu digelar supaya hujan segera turun, karena kondisi kemarau sekarang
ini sangat panjang sehingga bisa mengancan kelanjutkan kebutuhan air jika hujan
tak segera turun.
” Oleh karena itu, kami dari GP Ansor mengajak warga untuk
melakukan sholat Istisqo di masjid-masjid khususnya pada hari Jumat,”jelasnya.
Dijelaskannnya dalam ajaran Islam
yang termaktub dalam Alqur’an Allah SWT telah memberikan aba-aba untuk umat
manusia agar meminta ampunan kepada Nya agar hujan dapat turun.
” Dalam Al
Qur’an Surat Nuh ayat 10 Allah berfirman yang artinya Mohonlah ampun
kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,” katanya.
Terpisah, Wakil Bupati Tanjungjabung
Barat Katamso SE ME saat dikonfirmasi Radar Tanjab mengaku jika pihaknya sudah
merencanakan menggelar sholat Istisqo ini.” Kita memang sudah ada rencana untuk
gelar sholat istisqo agar Allah memberikan hujan,”ujarnya Minggu (09/09).
Sebab, sejak beberapa bulan ini
hujan tidak turun, walaupun turun hujan tidak merata di Kabupaten Tanjungjabung
Barat ini.” Bahkan saat ini kebakaran sering terjadi dilahan warga begitu juga
sulitnya warga mencari air bersih,”jelasnya.
Lantas kapan ini akan dilaksanakan? Wabup
mengaku pihaknya akan mengkoordinasikan hal ini dengan MUI dan pihak lainnya.”
Kita masih akan koordinasikan pelaksanaannya,”ungkapnya.(Sumber Radar Tanjab)
6.8.12
Ansor Tanjab Barat Gelar Safari Ramadhan
Written By Unknown on 06 Agustus 2012 | 6.8.12
Ketua PC GP Ansor saat menyampaikan sambutan |
KUALATUNGKAL -Bertepatan malam Nuzulul
Qur’an 17 Ramadhan, Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Kabupaten
Tanjab Barat kembali melakukan Safari Ramahdan dan Tabligh Akbar di Masjid Al
Muttaqin Parit Selamat Desa Kempas Jaya, Kecamatan Senyerang. Kegiatan yang di
rangkai dengan Batsul Masail dan tanya jawab agama yang dipandu para Ulama Muda
NU yang tergabung dalam Himpunan Alumni Pondok Pesantren (HIMAP) Kabupaten
Tanjab Barat.
Selain dihadiri para pejabat
pemerintah, juga hadir sejumlag Dai pembina desa serta Ulama Muda NU Tanjab
Barat.
Selain itu, Tabligh Akbar yang diisi
Drs Ec Sayid Magwie Alumni Ponpes Tebu Ireng ini di hadiri ratusan jemaah. PC GP Ansor dan PAC Senyerang
juga menyuguhkan sejumlah ulama muda
untuk tanya jawab keagamaan, Yakni K Mujiburrahman, K Maftuhin keduanya Pengasuh
Ponpes Ribatul Athfal, K Drs Ec Sayid
Magwie, K Syamsul Hadi, Ustad A Muad serta Ketua Himap Tanjab Barat H Harno
Abdullah.
Ketua PC GP Ansor Tanjab Barat, Suheri
Abdullah dalam sambutannya menghimbau agar masyarakat Kabupaten Tanjab Barat khususnya
Kecamatan Senyerang, terus memperhatikan pendidikan agama terhadap anak anak,
mengingat konsisi saat ini, besarnya pengaruh yang akan menggerus rasa keimanan
terutama di kalangan generasi muda.
Tak hanya itu, Hery juga menyoroti
sejumlah Masjid yang semakin megah, bahkan para pengejar ngajinya telah digaji
pemerintah, namun masih banyak Masjid yang kosong.” Mari kita kembalikan peran
masjid sebagai pusat pendidikan agama, kader Ansor di kecamatan dan ranting
harus berperan aktif ikut mengaktifkan pengajian antara magrib dan isya,”tandasnya.
Dikatakannya, PC Ansor Tanjab Barat
khususnya sangat prihatin atas data buta aksara Alqur’an di Propinsi Jambi yang
disebutkan Kabupaten Tanjungjabung Barat merupakan kabupaten yang terbanyak
buta aksara Al-Qur’annya.
Hery juga meminta kepada jajaran
pengurus PAC Kecamatan Senyerang agar terus berperan aktif dalam tugas membina
ummat terutama di kecamatan Senyerang.” Ansor disemua tingkatan harus bisa
menjadi benteng ajaran Ahalussunnah Wal Jamaah, terutama kita awali dari
masjid-masjid,”jelasnya.
Sementara itu, Ketua Himpunan Alumni
Pondok Pesantren Kabupaten Tanjab Barat H Harno Abdullah dalam sambutannya
mengatakan antara Ansor dan Himap mempunyai tugas, tujuan dan pandangan yang
sama dalam berdakwah. “ Ansor dan Himap sama-sama NU, bedanya kalau Ansor
merupakan NU Struktural, Himap merupakan non struktural yang timbul untuk
menjadi alternatif tidak jalannya struktural NU di Kabupaten Tanjab Barat,”jelasnya.
Dikatakannya, saat ini Himap bersama Ansor telah
membina beberapa Jamiyah Istighosah yang berada di desa-desa hampir ada di
seluruh Kabupaten Tanjab Barat.” Kita harapkan ini terus dikembangkan hingga
RT-RT setiap minggu,”jelasnya. (tim
ansor tanjabbar online)
Label:
Berita